Selasa, 12 Mei 2009

080808

Surat yang disadur dari karya Nely Dyahwathi, semoga penulis tidak berkeberatan tulisannya aku modifikasi...

Suamiku, seratus hari sudah berlalu. Masih teringat jelas dalam memori otakku detik-detik bahagia itu. Detik di mana malaikatpun ikut mendoakan kita. Detik di mana gerbang kebahagiaan akan kita lewati dengan ikatan perjanjian yang kuat. Kebahagiaan adalah sebuah kata yang bisa mewakili awal dari perjalanan kita. Ingatkah masa sebelum menikah, dimana kita tersiksa oleh keinginan untuk segera bersama, didera kerinduan untuk mencurahkan rasa sayang? Betapa bahagianya ketika telah menikah, kita bisa menunaikan hasrat yang terpendam itu. Betapa indahnya pula kebersamaan itu dihiasi oleh perasaan senasib sepenanggungan.

Sayangku, seringkali teringat di benakku nasehat sahabat kita : seberapa kecil pun perilaku negatif seorang istri, maka itu akan menjadi percikan api neraka buat suami. Sungguh, aku telah berusaha untuk menata pikiranku, mengelola sikap, dan menjaga perilaku agar terhindar dari keburukan. Setiap kali akan melangkah, teringatlah nasehat ini dan kupikir dalam-dalam apakah yang kulakukan sudah baik sebab aku tidak akan rela orang yang aku cintai mendapat percikan api neraka sesedikit apapun itu. Namun, dalam seratus hari pernikahan kita tentunya masih ada perilaku yang kurang baik entah karena khilaf, tidak sadar, tidak tahu, atau hati sedang terkuasai emosi. Sungguh, aku memohon maaf atas perilaku-perilaku itu. Aku memohon keridhaanmu untuk terus membimbing aku agar lebih baik.

Suamiku, telah kutahu sejak sebelum menikah bahwa setelah menikah bakti seorang wanita kepada sesamanya, yang pertama adalah pada suaminya. Sayangku, aku telah mulai mencoba melakukkannya sebab aku yakin ketaatan pada suamiku akan mengantarku ke surga Allah kelak. Namun, mungkin dalam beberapa situasi, aku belum dapat memenuhi harapanmu tentang ketaatan itu. Aku masih berusaha mengenal dirimu, apa yang engkau harapkan, apa yang engkau sukai, apa yang membuatmu tidak berkenan, dan seterusnya. Proses belajar kita tidak akan cukup dengan kata-kata dalam tutur bicara kita, tidak cukup dengan pemahaman kita atas setiap bahasa tubuh yang ada, ada banyak hal yang perlu kita selami dan semuanya butuh waktu. Aku berharap kesabaranmu untuk terus belajar bersamaku.

Sayang, aku ingin selalu menjadi bidadari untukmu. Tidak hanya di dunia sekarang, tapi juga sampai ke surga Allah kelak. Maka, tak akan mudah seperti yang ku bayangkan untuk mencapainya. Aku juga perlu bantuan dan dukunganmu, wahai suamiku. Ingatkanlah dengan tegas setiap kesalahanku namun dengan kelembutanmu. Bimbinglah isterimu ini untuk meraih ridho dari mu dan terutama ridho dari Allah.

Sekian surat dari ku untukmu suamiku. Kutitipkan doa di dalam surat ini, doa semoga keberkahan Allah senantiasa terlimpah pada pernikahan kita, kupanjatkan doa ini dengan penuh cinta kasih sayang hanya untukmu.

Bumi Allah, tepat seratus hari pernikahan kita
(Surabaya, 080808)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar