Minggu, 14 Juni 2009

From The Ahmad Fauzi's Note

Aku hanya punya satu ibu. tentunya begitu. Ibu bukan sosok yang pintar berpendidikan layaknya ibu kebanyakan teman-temanku. Bahkan SR (sekolah rakyatpun= jaman sekarang disebut SD) beliau tak mencicipinya. Tetapi beliau bagiku sosok besar yang sangat pandai memasak. Masakan-masakan yang tak pernah kucicipi di tanah Jawa ini. Beliau wanita hebat yang bisa memberiku kesempatan untuk kuliah tatkala ayahku tiada. Dan beliau, wanita satu-satunya yang bisa membuatku menangis dengan tangisan yang tak pernah aku lakukan. Aku menangis deras dan tak tertahankan kala kain kafan itu dikenakan di tubuh kurus (akibat sakit yang panjang). aduh mataku mulai berkaca-kaca lagi.
Ibu adalah wanita satu-satunya yang dicintai ayahku. Kala begitu banyak wanita yang sangat menyukai ayahku. Bahkan ada wanita yang datang dengan mengancam akan bunuh diri kala mereka hendak menikah. Tetapi ayahku tak bergeming. Cintanya hanya untuk wanita sederhana dan pemalu itu.
Ibu adalah kebalikan sifat ayahku. Jika ayah api, ibu adalah airnya. Jika ayah penuh dengan visi maka ibu sangatlah sederhana. Jika ayah marah dan hendak memukulku maka ibulah pembelaku. Saudara-saudaraku bilang aku adalah anak yang paling dilindungi ibu. Anak laki-laki tersayangnya. Seberapapun aku sangat nakal dimasa kecil. Betapapun mungkin dulu aku sering berkata yang tak pantas. Ayah dulu sering bilang aku adalah anak pintar dan sang juara. Ibu tidak pernah bilang begitu, dia hanya mengangkatku dari tempat tidur dan mengusap wajahku dengan lap basah agar aku bersemangat bersekolah.
Dibanding saudara yang lain, akulah yang paling sering ditanya mau makan apa hari ini. Maka berangkatlah ia ke pasar untuk memenuhi apa yang kuinginkan. Aku hanya sempat bercakap-cakap langsung dengannya Ramadhan lalu. Beliau sudah kehilangan begitu banyak kemampuan ingatannya. Stroke yang menyerang dari 2002 menjadi penyebabnya. Dan kemudian serangan kedua terjadi lagi beberapa tahun kemudian. Bila berjalan beliau terseok-seok karena kakinya membengkok. Tangan kanannya pun berkondisi yang sama. Rupanya cinta dan rindunya pada almarhum ayahanda menjadi pemikirannya siang dan malam. Dilemanya oleh kelakuan anak-anaknya yang ia usaha bendung dengan sekuat hati dan tenaganya.
Ibu, apalagi yang harus kutulis untuk menggambarkan betapa engkau adalah karunia Allah terbesar bagi kami. Di tengah kepikunannya pun dia masih bisa mengingat aku. Anak yang jauh di rantau. Yang pulang hanya 2 kali setahun. Itupun hanya barang satu atau dua minggu. Kala mendengar aku akan balik ke jawa. Dengan langkah terseoknya dia akan membuka isi lemarinya lalu membawakan beberapa pakaian dan menyuruhku membawanya. Aku sering kali menolaknya. lalu dengan senyum lucunya ia menyerahkan uang tak seberapa itu (yang mungkin diberikan saudara yang menjenguknya). Ia meminta aku membawa uang itu. Aku pun menolaknya. Aku bilang itu untuk ibu saja. sekali lagi dengan senyum lucunya dia bilang, "Ini buat ibu???..... terimakasih, ya." ahhhh dia lupa barusan saja dia hendak memberikan uang itu untukku dan sekarang dia mengingat seakan aku memberikan uang itu untuknya. Ibu... ibu.....
Maka episode haru itu dimulai hari minggu ini. Kala aku ditelepon aku kakak yang memintaku untuk bicara pada ibu. Hari itu ibu mendadak lumpuh total. Tak satupun kata yang mampu diucapkannya. Bila bernafas tampak sangat kesakitan. Kadang sadar kadang tidak. maka aku berbicara dan berbicara entah apa saja yang aku katakan. Semua tanpa aku tahu apakah beliau mendengar atau tidak. Aku terus bercerita di telepon sampai aku terkaget ketika masuk sms dari kakak bahwa ibu sudah tertidur.Lalu datanglah telepon kamis sore ini. Telepon yang mengagetkan.
Akhirnya aku tiba pada fase ini........................ mengajarkan ibu untuk mengucapkan kalimat LA ILAHA ILLALLAH MUHAMMAD RASULULLAH. Aku harus terbang ke Denpasar. Teman-teman sekantor sangat membantuku untuk itu. Mencarikan dan memberiku hutangan untuk melunasi tiket pesawat yang nilainya hampir 2 juta itu. Terimakasih Pak Zaenal, Bu Nopia, Bu Yani dan Bu ilmi. Aku baru tiba di bandara ketika sms itu masuk. Dari kakak. isinya, "Asslkm. Jik kapan sampai di rumah, ibu sudah gak ada. from kakcah, 7:57pm 11/6/09
Tiba dirumah, semua saudara kakak dan adik memelukku erat. Ibu sudah berbaring. kurus sekali. Tapi sungguh sejak ibu sakit aku tidak pernah melihat wajahnya sesegar ini. Kata kakak, ibu pergi setelah mendengar aku akan terbang ke Bali. Tampaknya tuntas keinginannya semua anak-anak berkumpul. Ibu dimakamkan Hari jumat, 12 juni 2009 usai shalat jumat. makamnya bersebelahan dengan makam ayah. Disanalah tempat akhirnya ia beristirahat. Tak jauh dari kekasih tercintanya.
Ayah dan ibu, Doa kami akan selalu menyertaimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar