Selasa, 28 Juli 2009

Mengejar Baiti Jannati (1)

Dalam satu bulan terakhir ini, suamiku dan aku berkeliling ke penjuru Surabaya dan Sidoarjo untuk mencari rumah. Entah malaikat apa yang membisikkan wangsit ini pada suamiku, yang dengan begitu semangatnya : ayo, cari rumah. Masih teringat setahun yang lalu kami melakukan hal serupa, namun akhirnya rumah yang sudah dipesan ke sebuah developer dan sudah 80% jadi itu DIJUAL.

Perjalanan mencari rumah menjadi sarana untuk menguji kebersamaan suami-isteri. Pertama soal waktu, kami sama-sama bekerja sehingga sisa waktu luang tidak cukup banyak. Selain itu, di rumah masih mananti pekerjaan rumah tangga, di kampung ada amanah, di masjid ada amanah, di hari libur ada saja pihak yang membutuhkan waktu, ya saudara ya teman. Jadi, masing-masing harus mengelola waktu dengan baik. Kedua soal perbedaan pendapat, namanya juga dua orang berbeda, memilih rumah yang pertimbangannya beda, akhirnya berselisih pendapat juga, yang begini cukup menguras energi. Tapi, komitmen sedang kuat, bukan sekedar untuk ’aset kekayaan’ tetapi membeli rumah artinya membeli sebuah ’kesempatan untuk menjadi dewasa’. Dengan membeli rumah, kami bisa ’membeli’ sebuah proses untuk mengambil keputusan sekaligus ’membeli’ kesempatan untuk berlatih menyelesaikan masalah secara mandiri.

Nah, ketika berkeliling mencari rumah itulah banyak hal yang kami pelajari, fuihhhh. Anda ingin tahu, apa pertimbangan kami dalam memilih rumah
  1. HARGA..tentu saja rumah yang dibeli harus sesuai dengan kemampuan finansial kami. Begitu dapat bagus tapi mahal, ya minggu dulu dong....Kalau dapat yang sesuai kemampuan kami, barulah ditelusuri pertimbangan berikutnya.
  2. LOKASI...Beberapa teman kami memilih lokasi yang cukup jauh dari tempat kerja, dan sungguh kami sering merasa iba pada mereka. Jam berapa mereka berangkat, betapa panjang jalan yang harus dilalui, betapa banyak waktu yang dihabiskan di jalan, betapa lelah selama di jalan, dst...Maka, setiap kali akan melakukan survey calon rumah, kami selalu menghitung jarak dan waktu tempuh (termasuk mencatat tingkat kemacetan jalan, deket tapi jalannya macet ya percuma dong!)
  3. LUAS TANAH DAN BANGUNAN...Hehe, seneng dong punya rumah yang luas, tapi yang luas pastinya mahal...Nggak perlu luas, asal cukup aja..Maka setiap kami punya data baru soal rumah, kami selalu melihat ukurannya berapa? Suamiku sudah berangan-angan bahwa di rumah kami ada ruang tamu yang cukup, sebab beberapa kali kami sebagai tamu pernah merasa risih jika bertamu di ruang sempit. Jadi kami akan berusaha untuk memberi kenyamanan pada tamu-tamu kami. Kami ingin punya kamar yang cukup, untuk keluarga, anak-anak, atau orang yang menginap. Kami ingin punya musholla di rumah. Dan kami juga ingin meluangkan sejumlah ruang untuk digunakan berwirausaha (Lha kok banyak syaratnya, ini yang bikin susah cari rumah!).
  4. STATUS TANAH...Ini dia juga penting, yang paling aman cari yang sudah SHM (Sertifikat Hak Milik) tinggal satu langkah..Balik Nama di Notaris. Nah kalo HGB (Hak Guna Bangunan), masih jadi opsi lumayan karena dua jenis sertifikat inilah yang layak untuk dijadikan jaminan KPR di Bank. Jangan sampai yang PETOK-D, susah n rumit nanti urusannya, apalagi yang model SURAT IJO, sama sulitnya...
  5. FAKTOR LAIN-LAIN...ini juga mendukung kita dalam mengambil keputusan. Misalnya lingkungan bebas banjir apa enggak-ini penting lho! surabaya kan rawan banjir, lingkungannya nyaman tidak untuk bertetangga (hayo...enak di kampung apa di perumahan?), ada masjid dengan aktivitas ibadahnya, ada jalur angkutan umumnya, ada fasilitas umum untuk anak, sekolah, pasar, toko, dan lain-lain.

Dengan pertimbangan itu, ya pantes lah kalau sulit cari rumah yang cocok. Sudah cocok sama harganya..eh, lokasinya jauh banget, sudah gitu rumahnya rungsep lagi. Udah cocok harga, lokasi, bentuk rumah, eh...di perkampuangan yang sepertinya kurang nyaman. Sudah cocok sama semunya, eh..karena nggak cepet-cepet di-booking, jadi sudah laku...keduluan dibeli orang lain...sedihnya...Sampai pada suatu titik : Ya Allah, jika sebuah rumah adalah rezeki kami, mudahkanlah untuk menemukannya. Subhanallah, akhirnya kok ya ada yang cocok...harga lumayan, murah nggak, mahal banget nggak juga, cukup dengan prediksi dana yang kita miliki dan kemampuan mng-KPR Bank dalam 10 tahun ke depan. Lokasi, Luas tanah, Status tanah oke...Maka ini saatnya mengambil keputusan, sebelum diambil orang lain. Bismillah...

Rabu, 22 Juli 2009

Pandai dan Sukses


Dari Syadad bin Aus r.a., dari Rasulullah saw., bahawa beliau berkata, ‘Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah swt. (HR. Imam Tirmidzi, ia berkata, ‘Hadith ini adalah hadith hasan’)
Rasulullah mengajarkan, ‘Orang yang pandai (sukses) adalah yang mengevaluasi dirinya serta beramal untuk kehidupan setelah kematiannya.’ Pengajaran sederhana tentang pandangan hidup yang Rasulullah inginkan untuk dimiliki umatnya.
Seorang muslim tidak berwawasan sempit dan terbatas pada pemenuhan keinginan jangka waktu sesaat. Seorang muslim memiliki visi dan planing untuk kehidupannya yang kekal abadi. Orang yang pandai senantiasa evaluasi terhadap amalnya, beramal untuk kehidupan yang abadi. Pandai melihat diri demi peningkatan keperibadiannya. Begitu Rasulullah menjelaskan.
Rasulullah saw, juga memberitahukan bahwa ‘orang yang lemah’, yaitu orang yang mengikuti hawa nafsunya, membiarkan hidupnya tak bertujuan, tak punya arah, tidak ada amalan nyata, dan tak pernah memuhasabahi perjalanan hidupnya.
Orang yang lemah memiliki banyak angan-angan dan khayalan, ‘berangan-angan terhadap Allah .’ Sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi, : Dia (orang yang lemah), bersamaan dengan lemahnya ketaatannya kepada Allah dan selalu mengikuti hawa nafsunya, tidak pernah meminta ampunan kepada Allah , bahkan selalu berangan-angan bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosanya.
Umar r.a. mengemukakan: ‘Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan bersiaplah kalian untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab (muhasabah) dirinya di dunia.
Maimun bin Mihran r.a. mengatakan: ‘Seorang hamba tidak dikatakan bertakwa hingga ia menghisab dirinya sebagaimana dihisab pengikutnya dari mana makanan dan pakaiannya’.
Kelak pada hari akhir setiap diri akan datang menghadap Allah swt. dengan kondisi sendiri-sendiri untuk mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya. “Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” [QS. 19 : 95 ].
Dari Ibnu Mas’ud ra dari Nabi Muhammad saw. bahwa beliau bersabda, ‘Tidak akan bergerak tapak kaki Ibnu Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara; umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya, kemana dipergunakannya, hartanya dari mana ia memperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, dan ilmunya sejauh mana pengamalannya.’ (HR. Tirmidzi)
Dari Abu Hurairah ra, bahawa Rasulullah saw. bersabda, ‘Tahukah kalian siapakah orang yang muflis itu?’ Sahabat menjawab, ‘Orang yang muflis diantara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki perhiasan.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Orang yang muflis dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) solat, puasa dan zakat, namun ia juga datang dengan membawa (dosa) menuduh, mencela, memakan harta orang lain, memukul (mengintimidasi) orang lain. Maka orang-orang tersebut diberikan pahala kebaikan-kebaikan dirinya. Hingga manakala pahala kebaikannya telah habis, sebelum tertunaikan kewajibannya, diambillah dosa-dosa mereka dan dicampakkan pada dirinya, lalu dia pun dicampakkan ke dalam api neraka. (HR. Muslim)

Sumber : http://diarymutiara.hadithuna.com/